Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Dalam beberapa kondisi, maksud penggunaan kata "Jamu", "Obat tradisional", dan "Obat Bahan Alam" adalah menunjukkan pada hal yang sama. Seperti pada Keputusan Kepala BPOM RI tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia tahun 2004, disitu disebutkan Obat Bahan Alam, yang dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Juga pada Materi Edukasi tentang Peduli Obat dan Pangan Aman tahun 2015 yang diterbitkan BPOM, disebutkan Obat Tradisional/Jamu, juga dibagi menjadi 3 yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.
Untuk kemudahan pemahaman, selanjutnya dalam postingan ini hanya disebutkan satu saja yaitu "obat tradisional".
Obat tradisional bisa dibuat sendiri dengan memanfaatkan tanaman obat disekitar kita atau dibeli dari penjual jamu gendong. Untuk obat tradisional dalam kemasan dapat diperoleh dari toko atau penjual jamu gendong.
Manfaat yang paling umum dari obat tradisional adalah sebagai obat (dibuktikan khasiatnya secara empiris dan turun-temurun), untuk memelihara kesehatan tubuh, menambah nafsu makan, dll.
Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, obat tradisional dikelompokkan menjadi 3:
- Jamu
- Obat Herbal Terstandar (OHT)
- Fitofarmaka
Jamu
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Jamu yang telah digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu.
Berdasarkan Pasal 2 Keputusan Kepala BPOM RI tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia tahun 2004, jamu harus memenuhi kriteria:
- Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
- Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris
- Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Produk jamu harus mencantumkan logo dan tulisan “JAMU”, logo jamu berupa “RANTING DAUN TERLETAK DALAM LINGKARAN”.
Obah Herbal Terstandar (Scientific based herbal medicine)
Obat Herbal Terstandar disingkat OHT adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Selain proses produksi dengan teknologi maju, jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik seperti standart kandungan bahan berkhasiat, standart pembuatan ekstrak tanaman obat, standart pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis.
Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria:
- Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
- Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ pra klinik
- Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi
- Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Produk OHT harus mencantumkan logo dan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR”, logo OHT berupa ”JARI-JARI DAUN (3 PASANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN”.
Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)
Merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia. Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan.
Fitofarmaka harus memenuhi kriteria:
- Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
- Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ pra klinik
- Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi
- Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Produk fitofarmaka harus mencantumkan logo dan tulisan “FITOFARMAKA”, logo fitofarmaka berupa “JARI-JARI DAUN (YANG KEMUDIAN MEMBENTUK BINTANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN”.
Setiap obat tradisional wajib mencantumkan penandaan/label yang benar, meliputi:
- Nama Produk
- Nama dan alamat produsen/importir
- Nomor pendaftaran/nomor izin edar
- Nomor Bets/kode produksi
- Tanggal Kedaluwarsa
- Netto
- Komposisi
- Peringatan/Perhatian
- Cara Penyimpanan
- Kegunaan dan cara penggunaan dalam Bahasa Indonesia
Sumber:
BPOM RI. 2004. Keputusan Kepala BPOM RI Nomor. HK. 00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
BPOM RI. 2004. Keputusan Kepala BPOM RI Nomor. HK. 00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
BPOM RI. 2014. Keputusan Kepala BPOM RI Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
BPOM RI. 2015. Materi Edukasi tentang Peduli Obat dan Pangan Aman. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Further reading:
PMK Nomor 006 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional
KMK Nomor HK.01.07/MENKES/187/2017 tentang Formularium Ramuan Obat Tradisional Indonesia
KMK Nomor HK.01.07/MENKES/187/2017 tentang Formularium Ramuan Obat Tradisional Indonesia
Comments
Post a Comment